Kementerian Kebudayaan gelar diskusi mengenai promosi gastronomi Indonesia di luar negeri bersama para pegiat gastronomi Nusantara di Aula Gedung A lantai 2, Kompleks Kementerian Kebudayaan.
Berangkat dari absennya narasi bersama yang mampu memposisikan gastronomi Indonesia sebagai high-value cultural product, diskusi ini memfasilitasi ruang kolaborasi sistematis antara pemerintah, pelaku industri, dan komunitas gastronomi untuk duduk bersama dan memetakan jalan kolaboratif promosi gastronomi Indonesia.
Membuka diskusi ini, Menbud Fadli Zon mengapresiasi para pakar penggerak gastronomi Nusantara dalam mengembangkan kuliner Indonesia yang merupakan warisan rasa. Dalam sambutannya, Menbud menyampaikan bahwa kekayaan rasa ini terbentuk dari tiga fase besar dalam sejarah pangan. “Pertama adalah fase lokal, berbasis bahan dan teknik lokal seperti fermentasi, pembakaran kukusan daun pisang. Kedua, fase multikultural dengan masuknya pengaruh India, Arab, Tiongkok, Persia, hingga Eropa. Ketiga, fase kontemporer melalui tren global diaspora.”
“Kita memandang pentingnya gastronomi sebagai bagian dari strategi pemajuan kebudayaan, sebagaimana diamanatkan di Pasal 32 UUD 1945 dan UU No 5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan, serta UU No 18 tahun 2012 tentang pangan.” tambah Menbud Fadli Zon..
Menbud juga menekankan bahwa kini masih terdapat beberapa tantangan yang perlu menjadi perhatian bersama terkait gastronomi, antara lain representasi kuliner yang masih terpusat di wilayah tertentu; belum adanya kerangka kerja maupun roadmap nasional yang secara khusus mengatur promosi gastronomi atau gastrodiplomacy; serta minimnya pendampingan terkait pelatihan kuliner, pelabelan produk, dan pencatatan historis di balik makanan.
“Diskusi hari ini menjadi awal yang penting dalam penyusunan kerangka nasional promosi gastronomi Indonesia di tingkat global. Saya yakin melalui diskusi ini dapat lahir gagasan dan rekomendasi sebagai fondasi penyusunan kerangka kebijakan yang komprehensif dan inklusif dalam mendorong kolaborasi lintas sektor,” ucapnya.

Hadir dalam diskusi, William Wongso selaku pakar kuliner yang juga menjadi salah satu narasumber pada diskusi ini mengungkapkan bahwa saat ini diperlukan pendidikan dasar untuk meneliti mengenai budaya kuliner itu sendiri. Ia menilai hal tersebut masih cukup lemah dan dipandang sebelah mata.
“Anak muda Indonesia harus mengenal kulinernya sendiri dan sekarang kita harus melihat apa yang menjadi kelemahan kita dalam mempromosikan makanan serta bagaimana strateginya,” ujar William Wongso.
Selain menggarisbawahi edukasi, para pegiat gastronomi yang hadir juga membahas pentingnya merancang narasi utama promosi gastronomi Indonesia, mempertahankan pangan lokal, mendorong regulasi, pengarsipan resep, dan inisiasi food museum. Mewujudkan kemandirian pangan lewat pangan lokal, sehingga masyarakat tidak bergantung dari produk luar.
Dalam pembahasan mengenai diplomasi budaya, salah satu kata kunci penting yang mengemuka adalah perlunya penyusunan roadmap untuk memperkuat kehadiran budaya Indonesia di kancah global, khususnya melalui sektor kuliner dan wellness.
Diskusi ini menghadirkan para pakar gastronomi Nusantara, seperti William Wongso; Farah Maulidynna, Joogla; Bukhi Prima Putri, Bhumi Bhuwana; Vita Datau, pakar Gastronomy Tourism; Kevindra Soemantri; Ragil Imam Wibowo, Nusa Indonesia Gastronomy; dan Indonesia Gastronomy Community. Serta hadir dalam diskusi Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha Djumaryo; Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja sama Kebudayaan; Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan; beserta segenap jajaran Kementerian Kebudayaan.
Menbud berharap diskusi ini dapat menghasilkan roadmap strategi promosi gastronomi Indonesia, dimana harapan ini disambut baik oleh para pegiat gastronomi yang sepakat untuk merancang dan menghasilkan peta jalan terbaik, mulai dari budaya. Terakhir, Menbud juga mengajak kolaborasi bersama para pegiat gastronomi serta pemerintah daerah dalam World Culture Forum yang dicanangkan berlangsung tahun 2025 ini di Bali.