Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan, belum menggarap potensi baharinya secara maksimal, termasuk bidang pariwisatanya. Baru sedikit wilayah yang telah menggarap wisata baharinya. Seperti Bali, Lombok, Wakatobi, Raja Ampat, Pulau Komodo, yang telah menjadi destinasi wisata dunia.
Untuk itu pada hari Senin, 29 September 2014 Bertempat di Kantor Berita Antara, diadakan diskusi mengenai “Wisata Bahari, Bisnis dan Investasi Masa Kini.” Hadir sebagai pembicara Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar, Ray Sahetapy yang mewakili budayawan, Ismail Ning pengusaha wisata bahari dan anggota Gahawisri, Dirut Kantor Berita Antara Saiful Hadi, dan sebagai moderator Nimmi Zulbainarni dari IPB.
Sebagai upaya mengembangkan wisata bahari Indonesia, pemerintah sudah mencanangkan program kelautan, seperti Sail Indonesia yang tiap tahun berpindah tempat pusat penyelenggaraan. Mulai dari Sail Bunaken, Sail Belitung, Sail Wakatobi, sampai Sail Raja Ampat.
Namun berbagai kendala masih menghadang pengembangan wisata bahari di Indonesia. Menurut Sapta Nirwandar, Indonesia harus belajar dari Australia. Mereka fokus pada 4 bidang kelautan, yaitu Tambang minyak dan gas, penelitian biologi, transportasi dan pariwisata. “ Dari keempat fokus pengembangan itu, bidang pariwisata memberikan pendapatan terbesar bagi negara, “ ujar Sapta.
Pariwisata mempunyai pengaruh berlapis bagi masyarakat. Mulai dari usaha agen perjalanan, transportasi, kuliner, hingga para petani pemasok sayur dan daging. Jika Indonesia menjadi pusat wisata bahari dunia, tentu seperti Australia, tidak menutup kemungkinan bidang pariwisata bisa menjadi sumber utama pendapatan negara.
Secara budaya masayarakat Indonesia telah diubah dari masyarakat maritim menjadi masyarakat agraris atau berorientasi pada daratan. Padahal dalam sejarahnya, Indonesia dengan sebutan Nusantara unggul dalam bidang maritim, contohnya pada jaman Majapahit.
Ray Sahetapy menekankan bahwa masyarakat Indonesia harus mengenal wilayah Nusantaranya. Dengan demikian, jika masyarakat menyadari kekayaan wilayahnya, maka akan makin mencintai Nusantara.
Ismail Ning, pengusaha yang menjalankan kapal pesiar di kawasan Indonesia Timur menjelaskan bahwa diperlukan kesabaran dalam berinvestasi di bidang wisata bahari. “Rata-rata baru 5 tahun balik modal, setelah itu baru didapat keuntungannya, perlu kesabaran yang tinggi, “ ujarnya.
Bagi anggota Gabungan Pengusaha Wisata Bahari ( Gahawisri) ini, kawasan Indonesia Timur masih menjadi wilayah yang potensial mengembangkan bisnis wisata bahari, selain juga membantu meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Satu hal jika ingin mengembangkan bisnis wisata bahari adalah berpromosi. Saiful hadi, Direktur Utama Kantor Berita Antara menjelaskan, bawha media merupakan alat efektif dalam mempromosikan destinasi wisata. Jadi jangan sungkan-sungkan para pengelola wisata bahari untuk mengundang wartawan meliput destinasi wisata yang dikelola, atau beriklan di media massa.
Namun dari berbagai paparan dari para pembicara, bagi Sapta Nirwandar yang juga sangat penting adalah visi dan misi pemimpin bangsa ini. “ Saya pikir kita perlu kepemimpinan yang juga berorientasi pada Maritim atau pembangunan kelautan, Jika Ia mencintai laut, tentu akan memprioritaskan pembangunan kelautan Indonesia, termasuk wisata bahari, “ ujar Sapta.
pemerintah wajib membangun setiap tempat pariwaisata, melalui tempat wisata dapat menambah devisa negara..