Mengenai trend advertising 2019, saat ini kondisi pasar memang sedang melambat. Apalagi jika berbicara mengenai disrupsi, terutama dari sisi digital, sangat penting bagi kita untuk bisa menyikapi tantangan yang sedang terjadi saat ini. Karena disrupsi adalah global trend, yang lalu menjadi ASEAN trend, dan sekarang menjadi Indonesian trend. Jadi tidak bisa dipungkiri dengan adanya fenomena ini, business model pun sudah berubah, yang tadinya konvensional, sekarang semuanya sudah mengarah ke digital.
“Apalagi tahun 2019 adalah tahun politik. Situasi politik selama periode kampanye, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden menjadi pertimbangan untuk para pemasang iklan untuk tetap beriklan atau cenderung wait and see. Kondisi akhir tahun 2018 bisa menjadi gambaran. Ketika situasi ekonomi kurang baik bagi industri, yg ditandai meroketnya nilai dollar Amerika belanja iklan terkena dampaknya. Belanja iklan 2018, menurut Nielsen sampai dengan Oktober 2018, hanya bertumbuh 4%,” jelas Maya yang dipercaya menjadi Country CEO Dentsu Aegis Network (DAN) Indonesia, mulai Januari 2019.
DAN sebagai salah satu group advertising agency besar di Indonesia, terpilihnya Maya Watono menjadi sejarah baru bagi industri periklanan di Indonesia. Di usia yang baru menginjak 36 tahun, Maya Watono menjadi wanita pertama dan termuda yang berhasil menempati posisi puncak kepemimpinan di DAN Indonesia.
Maya Watono memiliki pengaruh besar di industri periklanan Indonesia dengan menjadi Ketua International Affairs, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I). Dibawah kepemipinannya, Indonesia berhasil mengalahkan Thailand dan Philipina pada proses bidding kongres bergengsi insan periklanan se-Asia yaitu Ad Asia 2017.
Terpilihnya Indonesia merupakan suatu kebanggaan, apalagi P3I sempat absen pada penyelenggaraan AdAsia selama kurun waktu dua puluh tahun. Indonesia tercatat terakhir kali berperan sebagai tuan rumah di AdAsia tahun 1995. AdAsia 2017 berhasil menjadi kongres periklanan se-Asia terbaik yang pernah ad