Toilet mungkin tidak selalu menjadi topik yang menarik perhatian dalam konteks transportasi, tetapi dalam kereta api, keberadaannya memiliki dampak yang signifikan terhadap kenyamanan pelanggan dan pelestarian lingkungan. Dengan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan antara pelayanan yang berkualitas dan keberlanjutan lingkungan, KAI telah lama menerapkan sebuah inovasinya yaitu toilet ramah lingkungan.
Sejak 12 September 2010, KAI telah mengganti toilet konvensional dengan toilet ramah lingkungan, dengan Kereta Api Argo Lawu menjadi yang pertama menggunakan fasilitas tersebut. Mulai tahun 2013 hingga saat ini, toilet ramah lingkungan telah diaplikasikan ke seluruh jenis kereta penumpang, termasuk kereta jarak jauh, jarak menengah, jarak dekat, dan kereta api lokal.
VP Public Relations KAI, Joni Martinus mengungkapkan bahwa toilet ramah lingkungan ini merupakan langkah nyata yang dilakukan KAI dalam memperbaiki mutu pelayanan tidak hanya kepada pelanggan, tetapi juga kepada lingkungan yakni memberikan nilai tambah yang tinggi bagi kelestarian lingkungan.
Perlu diketahui, cara kerja toilet konvensional dan toilet ramah lingkungan sangatlah berbeda. Pada toilet konvensional, ketika kloset digunakan untuk buang air besar (BAB), kotoran akan langsung dibuang ke jalur/rel kereta api. Namun, dalam toilet ramah lingkungan, kotoran akan ditampung dalam fasilitas bak penampungan yang dilengkapi dengan bio bakteri pengurai kotoran.
Pada tangki penampungan, terdapat dua jenis proses pengolahan. Pertama adalah proses penghancuran kotoran oleh bakteri pada filter utama, dan yang kedua adalah proses pemurnian air pada filter lanjutan. Dalam partisi filter utama ini, bahan zeolite digunakan sebagai tempat hidup mikroba yang bertugas menghancurkan atau mengurai kotoran sebelum dialirkan ke filter lanjutan. Sementara itu, filter lanjutan terdiri dari tujuh kolom bahan penyaring, seperti zeolite kecil, pasir, karbon, dan sejumlah kolom lainnya yang terdiri dari kombinasi bahan penyaring.
“Zat zeolite, karbon, pasir, dan cairan mikrobakteri/bio bakteri merupakan bahan yang digunakan untuk mengurai limbah padat menjadi gas dan cairan. Limbah gas dan cairan yang dihasilkan tergolong ramah lingkungan karena tidak berbau,” jelas Joni.
Untuk menjaga agar box penampungan toilet ramah lingkungan tetap berfungsi dengan optimal, diperlukan perawatan dan pemeliharaan secara berkala oleh petugas. Setiap tiga bulan, dilakukan pengurasan serta pemberian bahan pengurai kotoran (bio bakteri). Limbah hasil dari proses pengolahan ini akan dibuang ke septic tank yang tersedia di area stabling cuci kereta untuk memastikan keamanan lingkungan.
Dengan demikian, toilet ramah lingkungan bukan hanya sekadar sebuah inovasi, tetapi juga sebuah langkah yang penting untuk menciptakan pengalaman perjalanan yang lebih baik bagi pelanggan serta mendukung upaya pelestarian lingkungan. Dengan ini, diharapkan kereta api akan terus menjadi pilihan transportasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi masyarakat Indonesia.
“Toilet ramah lingkungan merupakan solusi cerdas dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, terutama dalam konteks transportasi publik seperti kereta api. Langkah KAI telah menunjukkan arah yang benar dalam menjaga keberlanjutan transportasi. Dengan terus mendorong inovasi dan kesadaran lingkungan, kita semua dapat berperan aktif dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau dan bersih,” pungkas Joni.