Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya pada Sabtu malam, 1 November 2014 hadir dalam pagelaran Wayang Ajeng di kawasan Monuman Nasional ( Monas). Kehadiran Arief Yahya didampingi oleh Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni Budaya Ahman Sya dan sejumlah pejabat lainnya, masyarakat serta para penggemar wayang yang datang dari Jabodetabek.
Pertunjukan wayang tidak hanya sebagai tonton yang menarik bagi masyarakat, tetapi juga sebagai tuntunan karena sarat dengan pesan-pesan moral yang dapat memperkuat jatidiri bangsa.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, wayang Indonesia telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dunia. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah menjaga dan melestarikannya di antaranya dengan memperbanyak pegelaran wayang yang kali ini berupa pegelaran Wayang Ajeng di pesta budaya rakyat di Monas.
“Selain sebagai upaya pelestarian, pegelaran Wayang Ajeng juga mempunyai sasaran untuk menghibur masyarakat sekaligus sebagai tuntunan karena pertunjukkan wayang selain sebagai tontonan juga tuntunan untuk memperkuat jatidiri bangsa Indonesia,” kata Arief Yahya.
Pegelaran Wajang Ajen dengan dalang Wawan Ajeng kali ini menampilkan lakon “Satria Pinilih Jakawibawa”. Lakon ini mengkisahkan perjalanan sosok politisi negeri yang mumpuni. Ia tidak berambisi dan bukan mencari sensasi dengan basa-basi, tetapi dibuktikan dengan segudang prestasi di sana-sini. Prestasi yang membumi serta merakyat, membuat banyak yang simpati dan akhirnya ia menjadi pempimpin negeri yang mumpuni.
Secara kosa kata, Sinatria Pinilih Jakawibawa mempunyai arti: Sinatria= pemuda, nonoman sederhana, santun, pembela kebenaran dan pembela rakyat. Pinilih=yang terpilih karena prestasi dan dicintai rahayat semua bukan karena sensasi. Jaka= Pemuda pemberani, spirit anak muda dalam kerja dan kerja, bernyali penuh hati menjalankan kebijakan yang mumpuni, pengembara, dekat dengan rakyat. Wibawa=berwibawa karena pribadi yang mandiri penuh prestasi dan pribadinya yang santun dan sederhana. Berjiwa “ngemong” yakni menaungi kaula dan selalu siap mengabdi pada Ibu Pertiwi.
Esensi lakon ini adalah gambaran seorang pemimpin muda potensial yang pro aktif, pro rakyat, beretos kerja tinggi, terampil, berprestasi dan memiliki jiwa yang tulus dan merakyat. Mau memahami, mendalami dan menghayati keinginan seluruh rakyat. Semua ini tergambar dalam simbol sosok Satria Pinilih Jakawibawa menjadi pemimpin negeri yang mumpuni karena kerja, kerja dan kerja.