Dalam upaya percepatan kesiapan pariwisata Indonesia jelang acara pertemuan tahunan IMF-WB 2018, Kemenko Maritim melalui Deputi Bidang Koordinasi SDM,Iptek dan Budaya Maritim melakukan pembahasan kode etik pariwisata, yang diungkap dalam Focus Group Discussion Jejaring Pariwisata Bahari di Bogor pada tanggal 10 Juli 2017.
Hadir dalam FDG ini, praktisi pariwisata I Gusti Putu Laksaguna dan Dosen pascasarjana Bandung Institute of Tourism Thamrin B.Bachri serta Asisten Deputi Jejaring Inovasi Maritim TbRismunandar.
“Kode Etik Pariwisata adalah panduan World Trade Organization dalam meningkatkan kualitas industri pariwisata. Ini bisa jadi acuan standar pariwisata Indonesia, agar kualitasnya terjaga, agar lebih sustain (berkelanjutan) memberi manfaat bagi masyarakat juga”, kata Rismunandar. Rismunandar menjelaskan perilaku “aji mumpung” yang kerap dilakukan pedagang di lokasi-lokasi wisata sama sekali tidak dapat dibenarkan.
“Pariwisata baru dihitung sukses bila para wisatawan datang lagi dan lagi. Bukan datang sekali kemudian tidak kembali lagi”. Untuk menjaga kualitas pariwisata kode etik harus ditegakkan. Standar disusun sebagai panduan dan dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala.
“Kita tidak boleh memberi ‘mimpi buruk’. Kalau para tourist datang kesini dengan kenangan buruk pasti tidak akan kembali”. Rismunandar merencanakan untuk berkoordinasi dengan Badan Standardisasi Nasional perihal standar pariwisata dan kode etik pariwisata. “Awalnya mengacu pada WTO, tapi perlu juga disesuaikan dengan muatan lokal kita. Kita bisa bekerja sama dengan lembaga terkait, tentunya dengan Kemenpar dan BSN”.
Rismunandar menegaskan “Kode Etik ini cukup mendesak untuk pariwisata berkelanjutan. Didalamnya harus mencakup standar, safety dan security, aksesibilitas, informasi, bahkan informasi cuaca juga perlu. Dijalankan secara paralel dengan pembangunan infrastruktur pariwisata”. Asisten Deputi Pariwisata Bahari Kosmas Harefa menambahkan, saat ini yang diperlukan bukan hanya sosialisasi melainkan bimbingan teknis, pelatihan untuk pelaku wisata khususnya yang minim fasilitas. “Sebagai bagian dari persiapan jelang event Annual Meeting IMF-WB”.