Titimangsa Foundation, yayasan nirlaba yang bergerak di bidang budaya dan teater, kali ini telah membuka kelas akting dan mempersembahkan resital teater semi dramatic reading bertajuk ‘Sumur Tanpa Dasar’ yang berlangsung tanggal 18 Oktober 2018 di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki. Jakarta.
Teater ‘Sumur Tanpa Dasar’ yang digelar dalam dua kali pertunjukan yaitu pukul 16.30 WIB dan pukul 20.00 WIB karya Arifin C Noer ini menjadi wadah pembuktian kemampuan berakting dari peserta kelas yang telah berlatih serius sejak awal kelas dibuka, sekaligus mempersiapkan insan teater yang berkualitas.
Dibuka untuk umum, kelas akting Titimangsa dimulai sejak tanggal 7 Juli hingga 16 September 2018 yang diikuti oleh 17 peserta. Ini merupakan hal yang cukup menggembirakan melihat antusiasme masyarakat umum untuk terjun ke seni teater yang sangat tinggi.
Peserta kelas akting ini pun terdiri dari berbagai macam latar belakang profesi dan mayoritas awam dengan seni teater yaitu mulai dari pelajar, ibu rumah tangga. karyawan swasta, perancang busana, public figure, penyanyi, model hingga pengusaha cafe.
Titimangsa menggembleng peserta untuk berlatih secara serius setiap hari Sabtu dan Minggu selama 3 jam (pukul 14.30 WIB – 17.30 WIB) dengan menggunakan metode pengajaran Stanislavski yaitu teknik yang akan menjembatani antara emosi dan peran yang diinginkan dengan mengingat suatu kejadian dalam hidup. Para peserta mendapatkan materi pembekalan berupa teknik akting, olah tubuh, seni mengekspresikan diri dan juga konsentrasi.
Happy Salma yang menjadi pendiri Titimangsa Foundation sekaligus menjadi produser di pementasan teater ‘Sumur Tanpa Dasar’ terlihat sangat antusias mempersembahkan karya perdana kelas akting ini. “Pentas ini merupakan hasil dari kelas akting Titimangsa yang notabene pesertanya bukanlah pekerja teater sehingga menjadi tantangan tersendiri. Berlatar belakang berbagai profesi, tetapi seluruh peserta terlihat sangat mencintai dunia teater dan ingin belajar dan terlibat pada seni teater. “
“Pentas ‘Sumur Tanpa Dasar’ ini tentunya menjadi ajang pembuktian kemampuan berteater dari seluruh peserta kelas teater Titimangsa yang harapannya dapat menelurkan insan teater yang berkualitas dan semakin menggerakkan seni teater di Indonesia”.
Happy pun menceritakan latar belakang pemilihan karya Arifin C Noer ‘Sumur Tanpa Dasar’ yang menjadi naskah resital kelas akting Titimangsa, “Kebesaran karya beliau yang ingin saya teruskan kepada generasi muda saat ini untuk mengenal sastra dan teater secara lebih baik. Kebesaran nama Arifin C Noer ini pula yang ingin kami apresiasikan dalam bentuk teater yang akan dibawakan bukan oleh pekerja teater namun masyarakat awam, sehingga akan menjadi sebuah pertunjukan yang istimewa bagi saya. Dengan semakin banyak orang yang tertarik untuk berlatih akting teater, maka saya percaya industri teater tidak akan punah dan akan diteruskan ke generasi berikutnya”.
Pementasan teater ‘Sumur Tanpa Dasar’ ini sendiri bertujuan agar peserta dapat mengekspresikan emosi dan perasaannya melalui teknik Stanislavski yang memungkinkan para peserta untuk mengeluarkan perasaannya yang paling dalam agar dapat memerankan suatu karakter.
Metode ini dapat menjadi self healing dimana mereka bisa bebas mengeluarkan emosi dan perasaan. Meskipun mereka menjadi terhubung dengan emosi mereka sendiri, mereka pun tetap harus belajar mengontrol emosi agar hasil yang keluar menjadi pas. Dengan demonstrasi metode ini, diharapkan dalam akting tidak hanya untuk menjadi aktor professional tetapi lebih kepada mengolah emosi dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
“Kelas teater ini pun dibuka tak semata-mata untuk mencari atau menelurkan insan teater saja, tetapi juga dapat menjadi alternatif solusi untuk belajar mengkontrol emosi dan perasaan, yang rasanya banyak diperlukan oleh masyarakat modern saat ini, sekaligus semakin mencintai seni teater Indonesia”, ujar Iswadi Pratama, Sutradara Pementasan ‘Sumur Tanpa Dasar’ dan Pengajar Kelas Akting Titimangsa.
‘Sumur Tanpa Dasar’ menceritakan tokoh utama bernama Jumena Martawangsa, seorang pengusaha pabrik yang berhasil menimbun kekayaan dan uang menjadi hiburan satu-satu di akhir kehidupannya. Di samping berhasil menimbun harta, ia pun berhasil mempersunting gadis muda yang cantik bernama Euis, yang bila di lihat dari kacamata matrealisme, pastilah hidupnya bahagia. Namun kenyataan menunjukkan lain. Ia mengalami kekosongan dan menyadari bahwa semua harta untaian (kesia-siaan).
****