Untuk mewujudkan 100.000 homestay di 10 destinasi Bali baru pada tahun 2017, Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif serta PT.Propan sebagai pelaksana mengadakan Lomba Sayembara Arsitektur Nusantara untuk homestay. Untuk itu pada Hari Selasa, 25 Oktober 2016 telah diumumkan 10 pemenang sayembara. Hadiah dengan total jumlah sebesar Rp 1 Milyard Rupiah diserahkan oleh Menpar Arief Yahya dan Kepada Barekraf Triawan Munaf, yag bertempat di Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata.
Sayembara Desain Rumah Wisata atau homestay ini sudah digagas sejak 10 November 2014, saat Menparekraf Arief Yahya –sebelum, Kementerian Pariwisata dan Badan Ekonomi Kreatif dipecah—blusukan ke Propan Raya. Lalu dilanjutkan dengan arahan Presiden Joko Widodo tentang pentingnya mengembalikan jati diri dan identitas budaya lokal dengan menelorkan ide “Arsitektur Nusantara” di Mandeh, Pesisir Selatan, Sumbar, 10 Oktober 2015, dan Borobudur, 29 Januari 2016.
Maka disusun kerjasama tiga lembaga, Kemenpar, Bekraf dan Propan Raya, untuk membuat sayembara desain Arsitektur Nusantara untuk 10 Destinasi Prioritas yang biasa disebut 10 Bali Baru itu. Kemenpar menyiapkan hadiah total Rp 1 M untuk pemenang lomba desain yang digulirkan bersama. “Kebetulan kami bersama Kemen PU PR juga akan membangun 100.000 homestay di destinasi, maka Sayembara desain itu difokuskan untuk homestay,” jelas Arief Yahya.
Ketua Dewan Juri Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 ini adalah Yori Antar. Anggota : Bambang Eryudhawan, Dharmali Kusumadi, Eko Alvares, Endy Subijono, Hari Sungkari, Herry Purnomo.
Hiramsyah Sambudhy Taib Ketua Pokja Percepatan 10 Bali Baru Kementerian Pariwisata RI menyampaikan laporan palaksanaan sayembara yang memecahkan rekor MURI itu. “Terima kasih buat tim juri, yang pasti sangat melelahkan menilai sekian banyak karya kreatif, 728 karya, 439 tim, 1.279 arsitek yang terlibat, dan hanya memilih 30 nominator, dan 10 pemenang itu. Pasti sangat melelahkan,” kata Hiram.
Mengapa diprioritaskan untuk homestay? Pertama, sektor tourism itu mirip dengan telecommunication dan transportation, yang biasa disebut dengan 3T. Di Telco ada istilah Budget Telco atau budget operator dan sudah menjadi basic need atau kebutuhan dasar dengan system pre paid atau biaya abonement kecil. Di Transportasi ada sebutan LCC atau Low Cost Carrier, airlines yang berbiaya ekonomis, seperti Citilink, Air Asia dan Lions. “Di Tourism pun akan kami dorong membangun lebih banyak LCT Low Cost Tourism dalam akomodasi, yang sering disebut homestay atau rumah wisata”, Ujar Arief Yahya.
Menpar Arief Yahya sudah mempresentasikan konsep LCT itu ke markas UNWTO –Lembaga PBB yang bergerak di bidang Pariwisata—di Madrid Spanyol, bersama tim sembilan Board of Directors-nya yang dipimpin Sekjen Taleb Rifai. Jika 100.000 homestay itu sukses terbangun hingga 2019, maka target kapasitas akomodasi untuk menampung wisatawan bisa terpenuhi. “Kedua, inilah yang kami sebut dengan Sharing Economy atau bahasa Pak Presiden Joko Widodo disebut Ekonomi Gotong Royong,” jelas dia.
Jika Desa Wisata –konsep yang dimiliki Kemendes PDT itu ada 70.000 desa. Maka, homestay itu bisa diduplikasi lebih banyak lagi dengan B to B, business to business. Ketiga, system pemasarannya pun akan dibuat dengan Go Digital. “Kalau di transportasi ada Gojek dan Grab, maka di Tourism ini Homestay, AirBnB, dan dijual menggunakan platform ITX Indonesia Travel Xchange. Sebuah Digital Market Place tempat untuk mempertemukan demand dan suplay dalam satu platform,” kata Arief Yahya.
Dengan model Low Cost Tourism itu, Arief Yahya yakin akan cepat mendorong prinsip dasar, bahwa Pariwisata itu sudah menjadi kebutuhkan pokok. Selain, sandang, pangan, perumahan, wifi dan piknik alias berwisata. Karena harganya semakin murah, semakin terjangkau, dan tetap bisa berwisata ke destinasi yang dibangun aksesnya oleh pemerintah.
Bagimana menajemen 100.000 homestay itu? Bagaimana membuat standarisasi layanan? “Nanti ada Manajer Homestay, dibuat per cluster, yang diharapkan bisa dikelola oleh anak-anak lulusan Sekolah Pariwisata, dan akan menjadi kurikulum sendiri untuk Homestay Operator,” jelas Menpar Arief Yahya.
Lalu, untuk ke-10 destinasi prioritas itu, menggunakan Tipe A, B, C disesuaikan dengan kelasnya. Lalu untuk menjaga jati diri bangsa, maka wajib menggunakan desain arsitektur nusantara yang saat ini sudah ada pemenang-pemenangnya setiap wilayah. “Nanti, semua yang baru dibangun, harus menggunakan desain itu. Seperti Desa Wisata, Bandar Udara, Rumah Wisata, Toilet Bersih, Kantor Pemerintahan, agar budaya arsitektural local bisa mewarnai dan menjadi atraksi wisata tersendiri,” ungkap Menpar.
Nama-nama Pemenang utama Sayembara itu antara lain:
- Tim PT Realline Studio, Ketua Tim Deni Wahyu Setiawan dengan judul karya Jabu Na Ture (Danau Toba).
- Tim Alvasara Ketua Tim Gigih Nalendra dengan judul karya Thin House (Tanjung Kelayang).
- Tim Arsitek Ketua Tim Edwin Adinata dengan judul karya New Gateway to Adventure In The West Eage Of Java (Tanjung Lesung).
- Tim PT Urbane Indonesia Ketua Tim Aditya Wiratama dengan judul karya Titik Temu (Kepulauan Seribu), PT Urbane Indonesia Ketua Aditya Wiratama dengan judul karya Gnomon Urip (Borobudur).
- Tim PT Grahaciota Ketua Tim Verena Rafaela dengan judul karya Dusun Guyub Bromo (Bromo Tengger).
- Universitas Mercu Buana Ketua Tim Wendi Isnandar dengan judul karya Rumah Separo Mandalika (Mandalika).
- Tim Blur Architec and Design Studio Ketua Tim Rizki Bhaskara dengn judul karya Naung Kampung Papagaran (Labuan Bajo).
- Tim PT Airmas Asri Ketua Tim Kalvin Widjaja dengan judul karya Roma Boe (Wakatobi),
- dan yang terakhir PT Studio Tanpa Batas Ketua Tim Wijaya Suryanegara Yapeter dengan judul karya Rumahku a Home to Stay (Morotai).